KEDUDUKAN ANTAR ASUMSI METODE KUADRAT TERKECIL DALAM REGRESI LINIER SEDERHANA

    Kedudukan antar asumsi pada metode kuadrat terkecil tidak sama. Asumsi kebebasan dan kehomogenan sisaan lebih diutamakan daripada asumsi kenormalan sisaan. Hal ini didasarkan pada dampak penyimpangan masing-masing asumsi terhadap pendugaan parameter dalam persamaan regresi linier.

1. Asumsi Kebebasan Sisaan

Jika asumsi kebebasan tidak terpenuhi, tetapi metode kuadrat terkecil tetap digunakan dalam keadaan terdapat autokorelasi maka akan menyebabkan:

1. Penduga tidak efisien, sehingga selang kepercayaan menjadi lebar.
2. Penduga-penduga koefisien regresi yang diperoleh dengan menggunakan OLS tidak lagi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), sekalipun masih tak bias dan konsisten.
3. Penduga ragam sisaan (𝑆𝑒^2) underestimate atau lebih kecil dari nilai sebenarnya. Dengan demikian nilai koefisien determinasi (R^2) akan besar dan akibatnya uji-t, uji-F, dan interval kepercayaan menjadi tidak sahih lagi untuk digunakan.
4. Adanya autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan.
5. Pengujian signifikansi bagi koefisien regresi, baik uji-t maupun uji-F, cenderung mengarah pada menolak 𝐻0 meskipun seharusnya tidak ditolak.Sehingga dapat mengacaukan kesimpulan.


    Terlihat dari gambar diatas terlihat bahwa lebar pita tidak sama dan selain itu ada kecenderungan pola sistematis yang terbentuk dari ploting nilaisisaan 𝑒𝑡, sehingga diduga bahwa terdapat penyimpangan asumsi autokorelasi.

    Untuk lebih meyakinkan, berikut hasil output Minitab pengujian Durbin - Watson:



Dari tabel nilai 𝑑𝐿 dan 𝑑𝑈 untuk uji Durbin-Watson, untuk 𝑘 = 1 dan 𝑛 = 20, diperoleh 𝑑𝐿 = 1.20 dan 𝑑𝑈 = 1.41.

Daerah kritis:
𝐻0 ditolak jika 𝑑 < 𝑑𝑈 atau 𝑑 > 4 − 𝑑𝐿

Kesimpulan:
Karena 𝑑 = 0.94 < 𝑑𝑈 = 1.41, maka 𝐻0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi.

    Dengan demikian berarti bahwa model regresi antara Xdan Y diatas tidak memenuhi asumsi tentang tidak adanya autokorelasi sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan model.

    Ada beberapa cara untuk menangani penyimpangan non autokorelasi, salah satunya melalui metode Hildret-Lu. Berikut ini plot data hasil transformasi:

    Terlihat dari gambar diatas terlihat bahwa lebar pita sama dan selain itu ada kecenderungan pola tidak sistematis yang terbentuk dari ploting nilai sisaan 𝑒𝑡, sehingga diduga bahwa tidak terdapat penyimpangan asumsi autokorelasi. Hasil yang diperoleh melalui transformasi tersebut menunjukkan
nilai Durbin-Watson sebagai berikut:



Dari tabel nilai 𝑑𝐿 dan 𝑑𝑈 untuk uji Durbin-Watson, untuk 𝑘 = 1 dan 𝑛 = 19,diperoleh 𝑑𝐿 = 1.18 dan 𝑑𝑈 = 1.40.

Karena 𝑑 = 1,65 berada pada daerah penerimaan 𝐻0 yaitu 𝑑𝑈 < 𝑑 < 4 − 𝑑𝑈 = 1,40 < 𝑑 < 2,6, maka 𝐻0 diterima yang berarti bahwa tidak ada autokorelasi.

Kesimpulan tentang asumsi autokorelasi ini adalah jika asumsi tidak terpenuhi maka dugaannya akan tak bias namun tidak efisien. Hal ini dapat dilihat dari nilai ragam yang dihasilkan dari data 𝑉𝑎𝑟(𝑑𝑎𝑡𝑎1) yang autokorelasi 𝑉𝑎𝑟(𝑑𝑎𝑡𝑎1) lebih besar daripada ragam non autokorelasi 𝑉𝑎𝑟(𝑑𝑎𝑡𝑎2),𝑉𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑡𝑎1 > 𝑉𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑡𝑎2.

2. Asumsi Kehomogenan Ragam Sisaan

Jika asumsi kehomogenan ragam tidak terpenuhi, tetapi metode kuadrat terkecil tetap digunakanuntukmenduga parameter-parameter model maka akan menyebabkan:

1.  Penduga MKT yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak bias.
2. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien/ tidak minimum, artinya cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderu\ngan semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang baik (tidak valid). Pada uji t terhadap koefisien regresi, t hitung diduga terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin jelek jika sampel pengamatan semakin kecil jumlahnya.
3.  Peramalan nilai variabel tak bebas (𝑌) berdasarkan model regresi yang dibangun tidak efisien.
4.  Selang kepercayaan membesar.
5. Damapak ketidakhomogena ragam lebih serius dibandingkan dengan ketidak normalan data, karena dapat mempengaruhi uji F, hal ini meningkatkan kesalahan tipe II (tampak tidak ada pengaruh dari perlakuan padahal sebenarmyaada).

Contoh Kasus Data Yang Heterogen

a. Grafik sisaan dengan nilai 𝑌 (Y topi)





    Berdasarkan output di atas, dapat dilihat bahwa ragam dari sisaan menunjukkan adanya pola. Pola yang dibentuk adalah ketika nilai 𝑌𝑖 semakin besar akan menghasilkan ragam sisaan yang semakin besar pula sehingga dapat disimpulkan bahwa ragamnya tidak konstan atau mengandung hetroskedasitas.

b. Model dan perbandingan nilai real dan dugaan yang diperoleh dari data yang mengandung Heteroskedasitas


    Berdasarkan model yang diperoleh di atas, nilai 𝑅^2 sebesar 84.5% yang menunjukkan bahwa hubungan antara 𝑋 dengan 𝑌 cukup kuat, namun jika ditelusuri lebih dalam model yang dihasilkan tersebut menghasilkan kesalahan yang berbeda pada masing-masing nilai 𝑌 yaitu dimana semakin tinggi nilai 𝑌 akan menghasilkan nilai residual yang semakin besar atau kesalahan prediksi semakin besar.

c. Perbandingan bebrapa aspek dari data yang homogeny dengan heterogen



Grafik di atas diperoleh dari hasil transformasi, sehingga diperoleh grafik antara Residual dengan Fitted Value yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum ditransformasi. Selain dari grafik dapat juga ditunjukkan melalui perbandingan nilai 𝜎𝑒^2 dan 𝐸(𝑒𝑖) serta dari nilai 𝑅^2sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:


3. Asumsi Kenormalan Sisaan

a.  Konsekuensi data yang tidak menyebar normal adalah penggunaan uji F dan uji t menjadi tidak valid, karena uji t dan F diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau galat (residual) berdistribusi Normal. Hal ini menyebabkan hasil dugaan akan underestimate atau overestimate (Rawlings, Pantula dan Dickey, 1998).

b. Asumsi normalitas sangat diperlukan, untuk pengujian hipotesis, estimasi, dan peramalan. Contohnya seperti data ekonomi yang biasanya jumlah pengamatan relatif kecil (kurang dari 30 sampel).

c. Namun jika tujuan analisis data hanya semata-mata untuk melakukan estimasi atau pendugaan koefisisen regresi b0 dan b1 saja, penduga MKT tetap mempunyai varians yang kecil dan tidak bias (BLUE). Asumsi bahwa sisaan menyebar normal tidak terlalu berpengaruh dalam pendugaan parameter regresi dan penguraian total keragaman (Rawlings, Pantula dan Dickey, 1998).

d.  Selain itu pelanggaran terhadap asumsi normalitas tidaklah dianggap penting dibanding dengan uji lainnya asalkan ukuran contoh besar. Hal ini dikarenakan distribusi sampling dari sampel random berukuran n dari suatu distribusi populasi yang memiliki μ dan 𝜎^2 tertentu, akan berbentuk normal apabila n → ∞ (central limit theorem; Hogg & Tanis, 1977). Sehingga jika ukuran sampel cukup besar, kita dapat mengendurkan asumsi normalitas (Gujarati dan Zain, 1997). Oleh karena itu, kita tidak perlu terlalu mengkhawatirkan asumsi normalitas ini sepanjang kita memiliki cukup banyak sampel.

Contoh kasus data yang melanggar asumsi normalitas :


    Terlihat dari grafik diatas bahwa data sisaan cenderung tidak mendekati garis lurus sehingga bisa dikatakan sisaan tidak mengikuti distribusi normal. Untuk lebih meyakinkan, dari grafik diatas tersedia pengujian Saphiro wilk dengan p-value= 0.025 < 0.05 sehingga tolak H0 yang artinya data tidak mengikuti distribusi normal dengan mean -0.000 dan standar deviasi 3.196.


Setelah itu kami lakukan transformasi menggunakan Box Cox transformasi di MINITAB sebagai berikut.



   Berdasarkan hasil output data sebelum dan sesudah transformasi, terlihat bahwa R-sq yang diperoleh tidak jauh berbeda. Sedangkan untuk s dan JKG tidak dapat dibandingkan karena terdapat perbedaan skala yang besar di antara keduanya. Sehingga dapat disimpulkan terpenuhi atau tidaknya asumsi normalitas tidak terlalu mempengaruhi pendugaan MKT.

(Terimakasih pada teman - teman yang telah membantu: SELVI ANNISA, RITA MUSTIKA SARI, WIRDA ANDANI, HARDIANTI HAFID, HARY MERDEKA, SARANI)


Daftar Pustaka

Gaspers, Vincent. 1991. Ekonometrika Terapan Dua. Tarsito. Bandung.
Gujarati, Damodar N. 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.
Hogg, R.V. & Tanis, E.A. 1977. Probability and Statistical Inference. New York: Macmillan.
Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.
Rawlings, John O. Pantula, Sastry G. dan Dickey, David A. 1998. Applied Regression Analysis A Research Tool. Second Edition. Springer

Anonim. Heteroscedasticity. https://en.wikipedia.org/wiki/Heteroscedasticity. (Diakses pada tanggal 30 Maret 2017)

Komentar

Mau Cari Apa?

ANALISIS REGRESI TERAPAN DIAGNOSTIK SISAAN MODEL REGRESI

UJI ASUMSI PADA REGRESI LINIER SEDERHANA

Cara Pengecekan Asumsi REGRESI SEDERHANA